Hetalia: Axis Powers - Taiwan

Kamis, 30 Oktober 2014

Pangeran Superhero

Untuk Si Pangeran Superhero 
yang telah membuatku terbang
lalu menjatuhkanku begitu saja


           Akhir-akhir ini aku diharuskan untuk pulang larut malam. Ada yang harus kukerjakan dengan teman-temanku. Karena sebentar lagi kami dihadapkan oleh event yang membuat kami harus berlatih terus menerus. Suatu hari, tepatnya di hari Rabu, kami berlatih di tempat biasanya, aula. Namun kali ini berbeda, kami harus berbagi tempat dengan team lain yang sama-sama berlatih untuk event yang sama. Kami harus menggunakan tempat itu secara bergantian. Karena kondisi aula yang tidak begitu luas. Mau tak mau kami harus berbagi.
          Giliran team mereka yang berlatih. Sembari menunggu giliran. Kami beristirahat sejenak. Diam-diam aku memperhatikan seseorang yang sedari tadi membuat mataku ingin mengarah kepadanya. Sepertinya aku mengenal pria itu. Seperti pernah melihatnya. Ya Tuhan! Ternyata dia. Si Pangeran Superhero yang selama ini sudah tak pernah terlihat batang hidungnya karena terlalu sibuk dengan urusan kampusnya. Aku memanggilnya Pangeran Superhero karena dia jago bergulat.
          Mataku seakan tak ingin mengalihkan ke pandangan lain. Hati ini serasa berbunga. Kini ia telah kembali. Sosok yang selama ini kugakumi kini telah ada di depan mata dengan keadaan yang berbeda. Dulu ia terlihat agak kurus tanpa kumis. Kini ia menjadi sosok dengan tubuh yang kekar, badan sedikit berisi, kulit yang dulunya putih menjadi sedikit kecoklatan dan kini dengan kumis tipisnya yang memberi kesan lebih dewasa.
          Kau kini menjadi seorang pengampu drama musikal. Ternyata selain lihai bergulat kau juga pandai bermain dalam acting. Tiba-tiba ada sebuah petikan jari yang membuat lamunanku buyar.  
          "Hayo! lagi ngliatin siapa sih sampai segitunya." tanya Bintang
          "Oh ng-gaak kok." jawabku terbata-bata karena kepergok sedang menatap seseorang. 
          "Ah yang bener?" godanya. 
          "Eh Tang aku mau tanya, itu Mas Bram bukan?" tanyaku memastikan. 
          "Iya. Emangnya kenapa? Oh atau jangan-jangan dia ya yang dari tadi kamu liatin?"
          "Apaan sih kamu. Enggak kok." dalihku dengan muka merah menahan malu.
          "Udah deh nggak usah bohong. Kebaca tuh dari wajah kamu. Kita udah temenan berapa lama sih kayak aku nggak tau kamu aja. Apalagi kalau kamu lagi kasmaran. Paling bisa aku baca."
          "Iya ya deh aku ngaku. Tapi nggak usah keras-keras kenapa sih ntar yang lain tahu bisa berabe."
          "Aku panggilin langsung orangnya aja ya." 
          "Jangan! Aku malu, Tang." 
          "Udah nggak papa. Mas Braaaaaaaam!" teriaknya.
          Seketika pria yang bernama Bram (Si Pangeran Superhero) itu menoleh ke arah Bintang.
          "Tu kan Bintang." keluhku seraya menunduk.
          "Kenapa sih? Lagian aku mau salaman kok sama Mas Bram nggak mau bilangin yang kamu bilang tadi. Idih GR banget. Hahaha." ledeknya.Kepalaku menunduk menahan malu.
                                                                                       **** 
          "Boring nih, main TOD yuk." ajak Gita.
          "Boleh, ayok."
          Permainan TOD pun dimulai. sebenarnya aku kurang minat karena nantinya yang kena akan dikerjain habis-habisan. Entah pertanyaan-pertanyaannyalah, tangtangan-tantangannyalah. Kualihkan pandanganku ke Si Pangeran Superhero itu lagi. Dia terlihat gagah. Dia sangat lihai dalam menari. Sangat luwes. Walaupun gerakan dance modern yang sangat sederhana dia bisa menari dengan lincah.      
          "Khem... khem.. Ngliatin siapa sih non? Asik banget kayaknya. Sampai didehemin beberapa kali nggak denger." tanya Gita penasaran. 
          "Itu lho ngliatin si Mas Bram." 
          "Apaan sih Tang. Aku udah bilang kan jangan bilang ke siapa-siapa. Ini nih jeleknya kamu nggak bisa dipercaya jaga omongan." kataku sedikit berbisik ke telinga Bintang. 
          "Ciye Zaza. Aku kenal lho Za. Apa mau tak bilangin ke Mas Bram kalau kamu suka." ledek Gita.
          "Udah deh ngledeknya. Aku cuma sekedar fans kok. Nggak lebih." jawabku dengan tampang cemberut. 
          "Suka juga nggak papa kali. Dia juga habis putus tuh dari pacarnya."
          "Masak?" tanyaku spontanitas.
          "Tu kan kamu penasaran. Udahlah kalau emang suka nggak usah pakai acara bilang cuma sebagai secret admirer segala. Udah ya ngliatnya lanjut ke TODnya aja. Oke non?"
          "Iya deh. Tapi aku ke belakang dulu ya sama Bintang."
          "Oke."
          Permainan TOD dilanjut. Kini giliran Vanny yang kena.
          "Ayok dek mau milih  jujur apa tantangan?" tanya Gita.
          "Tantangan aja deh, Mbak."
          "Oke. Berhubung Si Zaza lagi ke kamar mandi. Aku kasih tantangan kamu buat bilang suka ke Mas yang itu (nunjuk ke Mas Bram)."
          "Lho Mbak." 
          "Bentar belum selesai. Jadi nanti akhir-akhirnya kamu kasih embel-embel gini 'itu yang bilang Mbak Zaza Mas aku cuma nyampein.' gitu ya?"
          "Oh yaya. Siap-siap."
          Tanpa sepengetahuanku mereka merencanakan sesuatu. Dan tantangn dari temen-temen berhasil dilakukan oleh Vanny, si adek kelas. Tapi sebelum Vanny selesai melakukan tantangannya aku sudah kembali lagi. Dan seketika aku melihat Vanny berbicara dengan Mas Bram seraya menunjukku.
          "Kenapa sih si Vanny?" tanyaku heran.
          "Ada deh." jawab mereka kompak.
          "Wah ada yang nggak beres nih. Ada apa sih?"
Dengan wajah tak tahu apa-apa aku menghampiri Vanny dan bertanya. 
          "Kamu habis ngapain sih? Kok tadi waktu ngobrol sama Mas Bram nunjuk aku?"
          "Emmm apa ya?" jawabnya ragu.
          "Tolong kasih tahu."
          "Tapi jangan marah ya Mbak. Soalnya tadi aku dikasih tantangan jadi ya tinggal tak laksanain."
          "Iya deh. Cepetan."
          "Tadi aku dikasih tantangan buat bilang ke Mas Bram kalo aku suka ke Mas Bram tapi embel-embelnya dikasih gini 'ini dari Mbak Zaza, Mas.' gitu Mbak sama aku sebut ciri-ciri Mbak Zaza."
          "Kenapa harus dikasih tau aku yang mana. Kan dia jadi tau aku kan."
          "Maaf deh Mbak." pintanya karena merasa bersalah.
          "Ya Allah. Pada jahat banget sih." protesku teriak ke mereka.
          "Ampun Za. Kan cuma bercanda." jawab mereka.
          "Bercanda apaan coba? Nggak lucu tau nggak."
          "Ya deh Za maafin kita. Eh eh liat tuh Mas Bram jadi ngliat kesini mulu." kata Bintang.
Sontan aku langsung menengok. Benar kata Bintang. Si Pangeran Superhero itu sesekali melihat ke arahku. Entah penasaran mana yang namanya Zaza atau memang ada ketertarikan aku tak tahu. Yang jelas dia sempat melihat ke arahku. Segaris senyum terlihat di wajahku.
          "Aduh ada yang seneng nih diliatin sama si doi." goda mereka.
          "Apaan sih. Udah yuk latihan lagian mereka juga udah selesai kok."    
          Giliran kami yang berlatih. Jujur pada saat giliran kami berlatih aku sedikit tak berkonsentrasi. Karena kejadian tadi membuatku harus sedikit bersembunyi agar Si Pangeran Superhero itu tak tahu mana yang bernama Zaza. Kalau sampai tahu bisa berabe nanti. 
          Bintang mendekatiku. Ia mengatakan bahwa sedari tadi Mas Bram sesekali memperhatikanku. Mencuri-curi pandang. Semakin membuatku tak berkonsentrasi dalam latihan. 
          "Nggak ada salahnya ya tadi Vanny bilang ke Mas Bram. Jadinya sekarang cintamu terbalaskan Za. Hihihi."
          "Belum tentu juga kali Tang. Siapa tahu dia penasaran. Mana sih yang namanya Zaza mungkin gitu pikirnya."
          "Kalo aku lihat-lihat enggak kok. Dia udah tahu kamu. Secara tadi Vanny juga udah ngasih tau kamu yang mana. Ciyeee Zaza jadi nggak konsen deh latihannya."
          "Udah ah. Lanjut lagi yuk latihannya udah ditunggu sama temen-temen tuh."
          Selesai sudah latihan kami. Kami bersiap-siap untuk pulang. Seperti biasa sebelum pulang kami selalu berkumpul dahulu membahas untuk latihan berikutnya lagi sekalian evaluasi keslaahan tadi. Saat aku sedang prepare untuk pulang Bintang memanggilku.
          "Za mau ikut nggak?" "Kemana?" tanyaku.
          "Ke Mas Bram aku mau pamitan dulu.Yuk ikut." godanya.
          "Enggak deh makasih."
          "Ah yang bener? Nyesel lho entar."
          "Nggak kok."
          Sewaktu Bintang ingin pergi ada seorang wanita masuk dari luar aula. Wanita itu asing bagi kami. Seketika mata kami tertuju pada wanita itu. Bertanya-tanya siapakah dia? Ada perlu apa dia kemari. Tak lama pertanyaan kami semua terjawab. Perlahan-lahan dia mendekati Mas Bram. Lalu mereka bercakap-cakap. Terlihat akrab.
          "Za jangan cemburu lho ya. Itu mungkin temennya Mas Bram."
          "Ngomong apa sih kamu. Enggaklah."
          Ya memang tak bisa kupingkiri tiba-tiba hati ini merasa nyeri. Sakit sakit dan sakit. Namun aku tak bisa berbuat apa-apa. Karena tak ada hubungan apapun aku dengan Mas Bram. Aku memang mengenalnya. Namun dia belum mengenalku.
          Kutepis jauh-jauh perasaan itu. Berpikir positif. Mungkin benar yang dikatakan Bintang bahwa perempuan itu hanya temannya saja. 
          Dugaan itu ternyata salah. Kini firasatku benar. Bahwa wanita itu bukan hanya sekedar teman tapi lebih. Jelas. Karena tanpa dia mengatakan bahwa wanita itu kekasihnya aku sudah tau dari sikapnya yang menggandeng tangan wanita tersebut. Ya Tuhan! Perasaan apa ini? Kenapa terasa sakit saat melihat dia bersama orang lain? Apa benar aku hanya sekedar kagum? Kenapa bisa perasaanku berlebihan seperti ini jika memang aku hanya mengaguminya?
          "Sabar ya Za." kata mereka menghiburku.
          "Enggak papalah kan aku juga sebagai pengagum nggak lebih:')" jawabku berbohong.
          Mungkin mulut bisa berbohong tapi hatiku tak bisa mengelak bahwa ternyata aku menyukainya. Lagi-lagi harus kupendam perasaan ini sendirian tanpa sempat terbalaskan. Mungkin ini yang terbaik menjadi seorang penggemar rahasia selamanya.



Dari penggemar rahasiamu
yang hanya bisa mendoakanmu dari jauh
yang hanya bisa memendam perasaan ini
sendiri
Terimakasih telah mengizinkanku menyukaimu
tak mengapa walau kau tak sempat membalasnya