Hetalia: Axis Powers - Taiwan

Rabu, 28 Oktober 2015

Jatuh Cinta Diam-Diam (2)

Aku tahu, aku tipikal wanita yang mudah menyukai pria. Bahkan selama tiga tahun menunggumu pun aku sudah berkali-kali menyukai banyak pria. Namun entah mengapa perasaan terhadapmu berbeda. Setiap kali bertemu rasanya jantung ini berhenti lalu berdetak lebih cepat dari biasanya. Rasa nyaman yang selalu membuatku terus memandang. Rasa malu apabila bertemu. Selalu saja salah tingkah tiap kali berpapasan dan saling memandang. Entah harus menyalahkan siapa soal perasaanku ini. Apakah salah menyukai pria yang sudah memiliki kekasih dan mungkin sebentar lagi akan tunangan? Apakah salah bertahan sejauh ini?
Aku memang menyukaimu bahkan mungkin bisa dikatakan aku menyanyangimu. Namun aku tak berharap banyak darimu. Aku akui siapa yang tak ingin mendapatkan pria yang dcintainya. Bahkan sudah selama ini bertahan. Jujur aku ingin memilikimu seutuhnya. Namun aku sadar. Dia yang bersamamu kini jauh lebih baik dariku. Seorang wanita cantik, pandai, taat dalam beragama. Berbeda jauh dariku. Wanita yang tak seperti wanita. Selalu bertutur keras, bukan tipikal lemah lembut layaknya wanita seutuhnya. Aku sadar aku hanya seorang bocah yang menyukai pria dewasa cerdas dan berkharisma. Aku sadar aku hanya bocah ingusan yang tak tahu malu menyukaimu. Cemburu setiap kali melihatmu bersamanya? Pasti. Tapi aku juga merasa senang kau bersama seseorang yang tepat. Kau pantas mendapatkannya.
Mungkin orang-orang bertanya kepadaku? Kenapa masih bertahan? Padahal kau tahu bahwa dia telah bersamanya? Apa kalian tahu sebenarnya aku ingin menyudahi perasaan ini. Rasa sakit dan iri setiap kali melihat kemesraan mereka. Namun selalu saja terhenti ketika melihatnya tersenyum. Dalam hati ini ada yang berbicara "apakah hanya sampai di sini bukti kesetiaanmu menunggu? Apakah hanya ini? Tak bisakah kau bersabar? Bukankah proses tak akan mengkhianati hasil? Aku mohon bertahanlah untuk tetap menyukainya." Tak hanya itu, perasaan yang entah datang dari mana setiap kali bertemu membuatku semakin jatuh ke dalam lingkaran itu. Bukannya melupakan justru semakin menggebu-gebu.
Dapat melihatmu dari kejauhan pun aku sudah senang. Aku tidak ingin terlalu memaksa Tuhan mengingkan dia menjadi milikku seutuhnya. Biar Tuhan yang mengatur semuanya. Aku hanya meminta. Jika memang dia yang terbaik untukku, aku ingin dia menjadi milikku seutuhnya pada saat yang tepat. Tapi jika memang Tuhan tak menginginkan aku bersamanya, aku yakin Tuhan pun telah mempersiapkan seorang pria yang terbaik untukku di mata Tuhan.
Jangan khawatir, aku tak akan merusak hubunganmu dengannya. Aku tak segila itu untuk mendapatkanmu. Dan jika nanti pada akhirnya kau bersamanya aku ikhlas. Untuk kekasihmu. Selamat telah mendapatkan pria yang menurutku sempurna. Terimakasih telah menjaganya. Dia sangat mencintaimu. Jadi tolong jaga dia. Tenang saja aku tak akan merusak hubungan yang sudah kalian jalin selama ini.
Dan untukmu jangan buat dia menangis, jangan sakiti dia. Mana mungkin kau melakukan itu semua. Karena aku tahu kau sangat menyayanginya. Izinkan aku memandangimu dari kejauhan untuk waktu yang lebih lama lagi. Jika memang tak bisa memilikimu, izinkan aku menikmati punggungmu saja.

Untukmu, yang selalu membuatku
semakin tergila-gila saat kau
memandangku (mungkin)
Terimakasih karena
telah mengizinkanku
menyayangimu (mungkin) #PP

Senin, 12 Oktober 2015

Jatuh Cinta Diam-Diam

Bukan perkara mudah soal mengungkapkan sebuah perasaan. Contohnya aku. Bertahun-tahun terjebak dalam diam. Tak berani mengungkapkan. Mencintai seorang diri apakah tidak sakit? Tentu iya. Tapi lebih baik seperti ini. Karena apa? Ketakutan apabila nanti dia tahu. Dan kita tak pernah tahu apa reaksi yang akan kita terima. Kebanyakan kasus yang terjadi adalah dia menghindar karena tidak suka. Itu yang kutakutkan. Biarkan perasaan ini berdiam diri di sini. Apabila sakit pun, toh aku sendiri yang merasakan. Aku harap rasa ini bisa kusimpan baik-baik. Hingga tak ada seorang pun yang tahu. Tapi mustahil. Bagaimana tidak? Aku tipe orang yang tak betah menahan sendirian. Setidaknya aku harus cerita dengan teman dekatku. Dan ternyata cerita itu pun sampai ke telingamu. Awalnya aku takut jika hal itu terjadi. Aku pasrah jika memang seperti itu nantinya. Toh itu juga hakmu mau mendekat atau menjauh. Syukurnya sepertinya kamu bersikap biasa saja. Bahkan merasa senang jika aku diejek temanku jika berpapasan denganmu. Dan bodohnya aku terlalu memperlihatkan ekspresi malu ku saat berpapasan denganmu. Ketidakberanian untuk menatap membuatku sesegera mungkin berlari menjauh. Supaya tak tertangkap olehmu raut wajahku yang memalukan ini. Tapi jika aku tak bertemu denganmu pun rasanya rindu. Membingungkan ya. Namanya saja jatuh cinta. Rumit tapi asyik.
Aku tahu kau sedang bersamanya. Aku tahu bukan saat yang tepat untuk mendekat. Maka dari itu biarkan aku seperti ini. Bertahan dalam diam dan tak bereaksi. Sakit memang. Namun memang itu resikonya. Aku juga tak ingin menjadi pengrusak hubungan orang. Apabila nantinya pun kamu tak menjadi milikku aku tak akan menyesal menyukai mu sejauh dan selama ini. Kita juga tak pernah tahu akan seperti apa nantinya. Akankah kau masih tetap bersamanya atau bersamaku, wanita yang selama ini memunggumu? Biarkan waktu yang menjawab. Dan izinkan aku tetap mencintaimu dalan diam.


Dari wanita yang setia menunggumu,
mencintaimu dalam diam,
karena mungkin dengan diam
kita lebih khusyuk untuk saling mendoakan

Kamis, 08 Oktober 2015

Pemuja Rahasia

Aku yang terlalu berlebihan menyukaimu. Dan aku tak pernah sadar bahwa itu salah. Terlalu berharap kepadamu yang telah memiliki dia. Aku yang terlalu lama menyimpan rasa. Tak pernah sadar bahwa kehadiranku tak pernah kau lihat. Bagaimana bisa melihat sedangkan kau asik bersamanya. Bagaimana kau akan berpaling sedangkan kau telah berbahagia dengannya. Tak seharusnya aku mengganggumu. Tak seharusnya aku menyukaimu. Tak seharusnya rasaku kuberikan seutuhnya hanya untukmu. Bukan salahmu jika tak menggubrisku. Bukan salahmu jika kau tak pernah tau isi hatiku. Bukan salahmu diam membisu. Karena memang pada hakikatnya akulah yang salah. Telah salah menaruh hati pada seseorang yang telah bahagia bersama orang lain. Jangan khawatir aku tak memintamu untuk bertanggung jawab atas semua ini. Aku juga tak pernah memaksamu untuk membalas perasaan ini. Bukankah cinta hadir tanpa paksaan. Biarkan aku terus memendam perasaanku. Apa aku menyesal? Tidak sama sekali. Justru aku senang. Senang melihat kau bahagia walau bukan bersamaku. Ya memang tak bisa kupungkiri hati ini terasa perih saat melihat kau dengannya. Tapi tak mengapa inilah konsekuensinya. Jangan khawatir aku akan tetap mencintaimu dalam diam. Jika suatu saat nanti kau membutuhkan seseorang, datanglah padaku. Aku selalu ada untukmu. Hati ini akan selalu terbuka lebar. Menerima dengan senang hati.

Dari seorang perempuan
yang masih setia memendam rasa
selama tiga tahun ini
Terimakasih untuk senyum
dan tawamu minggu lalu

Takut

Merasa resah jika tak mendapatkan kabar darimu. Selalu berharap ada pesan masuk bertuliskan namamu. Memang bukan perkenalan yang bisa dibilang lama. Namun dalam waktu sekejap aku telah terhipnotis olehmu. Aku takut jika nantinya tak berjalan seindah saat pertama kita berbicara. Aku takut jika nantinya hanya aku yang merasakan perasaan ini. Aku takut jika kehilanganmu. Aku benar-benar takut saat ini. Rasa cemas yang dari kemarin kurasa membuatku ingin segera mengatakan padamu tentang perasaanku. Namun aku seorang wanita. Memang tidak salah wanita yang mengungkapkan perasaan terlebih dahulu. Namun aku tak punya banyak nyali untuk mengatakannya. Aku merasa takut jika kamu sudah mulai bosan berbicara kepadaku. Tolong jangan pergi. Izinkan aku menikmati indahnya dicintai dan mencintai. Tolong tetap di sini bersamaku. Karena aku tak ingin ada perpisahan di antara kita.

Untuk kamu yang memiliki
wajah seperti peserta
stand up komedi

Jumat, 04 September 2015

Cinta Tak Berbalas

Senandung yang slalu ku lantunkan
Senyum yang senantiasa merekah
Tawa lembut yang amat berkesan
Mengagumimu dari kejauhan

Rasa yang tumbuh sekian lama
Dan bernaung di sudut hatiku
Ku menanti untuk mewujudkannya
Kucoba menyeru pada langit
Temukan kita di ujung hari
Namun apa daya aku tak bisa

Reff :
Kau bagaikan bintang di langit malam
Kilau cahyamu sinari hatiku
Canda dan tawamu mengisi relung hatiku
Smakin menggebu tuk memilikimu
Ku tak mampu untuk menggapaimu
Menyentuh bayangmu diriku tak mampu
Andaikan engkau tahu seluruh isi hatiku
Ku akan tersenyum pada dunia
Cinta tak berbalas

Cinta yang tak lekang oleh panas
Sayang yang takkan lapuk oleh hujan
Gejolak cinta yang slalu membara
Mengalir bagai simfoni cinta

Hingga cahaya akan berpijar
Bosan tak akan datang menyergap
Perasaan yang tulus di hatiku
Ku tunggu hingga akhir hayatku
Sampai kau menoleh ke arahku
Dan tersenyum kepada diriku

Reff :
Sejauh surya di ujung samudra
Berwarna jingga sangat memesona
Menghangatkan dunia sinari alam semesta
Membentuk siluet nan abadi
Begitu jauh kucoba tuk meraih
Ragaku lemah tak sanggup kugapai
Kutegarkan langkahku kutabahkan hatiku
Semuanya kulakukan untukmu
Cinta tak berbalas

(Terimakasih kepada Bu Mutmainnah, S.Pd selaku guru bahasa dan sastra indonesia karena telah membimbing kami dalam pengonversian puisi menjadi lagu. Terimakasih rekan-rekan satu kelompok Icha, Misna, dan Maya)

Sabtu, 29 Agustus 2015

Kangen

Pertemuan yang bisa dibilang singkat. Namun membekas. Setelah berminggu-minggu sejak perpisahan itu, rasa rindu yang masih tersimpan rapi untukmu hingga saat ini. Aku ingin bertemu. Permintaan yang bodoh mungkin. Karena pada dasarnya aku dan kamu, kita bukan siapa-siapa. Hanya dua orang manusia yang dipertemukan tak sengaja. Mungkin sejak itu. Pandangan yang kau arahkan padaku (mungkin) membuatku jatuh cinta. Bahkan hingga saat ini. Jatuh cinta pada orang yang tak pernah aku kenal sebelumnya. Yang hanya bertemu selama empat hari. Terlalu singkat dan tergesa-gesa. Tapi memang itu adanya.
Selama ini aku hanya bisa melihat sosial media yang kau punya, yang bahkan bisa dibilang sudah tak kau aktifkan lagi. Itu yang bisa kulakukan saat ini untuk melepas rindu. Sempat meminta agar Tuhan pertemukan kita kembali. Entah kapan. Hingga saat ini kita belum dipertemukan lagi. Mungkin esok, lusa, atau entah kapan. Hanya Tuhan yang tahu. Untuk kau yang di sana. Perlu kau tahu. Di sini ada wanita yang sangat merindukanmu. Aku. Seperti lagu yang kau nyanyikan 'kangen'. Sama seperti lagu itu. Aku sedang merindukanmu. Ya, aku tahu. Aku bukan siapa-siapa. Bahkan terlalu lucu untuk mengatakan ini. Aku sudah tak tahan memendamnya. Kau tahu? I miss you so much, but there is nothing i can do about it. Hanya mengandal doa yang berharap suatu saat nanti Tuhan berbaik hati padaku. Mempertemukan aku denganmu. Aamiin



Semarang,  29 Juli 2015
Teruntukmu yang di sana
Mata-mata (mungkin) yang telah membuatku jatuh cinta.
Masih kutunggu soundcloude terbarumu.

Senin, 03 Agustus 2015

Konyol ya, lagi-lagi menyukai seseorang dengan cepat. Bukan soal cepat atau tidak. Tapi soal nyaman dan tidak nyaman. Kenapa bisa dikatakan demikian? Yang mampu dan bisa merasakan hanya diri kita sendiri. Karena nyaman itu relatif.
Kamu, pria yang baru empat hari aku kenal. Kenal sebatas tahu siapa namamu, tak lebih. Mungkin hanya mampu curi pandang satu sama lain. Ya, seperti waktu itu. Saat tiba hari ketiga, aku akan melaksanakan perlombaan pentas seniku. Aku merasa ada yang memandangiku. Entah siapa. Waktu aku mencari sosok itu, kutemukan wajahmu. Entah sadar atau tidak, wajah kita bertemu. Aku merasa memang kamu lah yang sejak tadi asik mencuri-curi pandang. Namun saat wajah kita saling dipertemukan kau palingkan mukamu ke arah lain. Sekali dua kali tertangkap basah olehku. Kukira kamu hanya bermain-main. Hanya penasaran kepadaku. Namun ini sudah hampir kelima kali kamu tertangkap basah selalu mengarah kepadaku. Pada saat kelima itu, aku mencoba melihat sekelilingku. Banyak peserta memang. Namun saat aku mencari-cari sebenarnya siapa yang kau pandang dan sewaktu mengembalikan arah muka ku dengan wajah bertanya-tanya dan penasaran, kamu tersenyum ke arahku. Aku semakin bingung. Sebenarnya apa ada yang salah denganmu? Atau aku yang salah? Saat ku cari lagi siapa sosok yang kamu beri senyum, di sekitarku saat itu hanya ada peserta laki-laki. Ah apa iya kamu tersenyum dengan mereka? Karena pada saat itu mereka tidak mengarahkan pandangan ke arahmu. Dan senyum itu terulang hingga dua kali. Dengan wajah bingung dan salah tingkah hanya senyum getir yang kubalas, karena tak tahu harus bagaimana. Karena takut jika senyum itu bukan untukku.
                                    ****
Malam ini aku tak bisa tidur. Tak seperti malam-malam kemarin. Yang dengan mudahnya aku membaringkan tubuhku dalam ranjang dan menikmati mimpi yang indah. Aku tak bisa tidur bukan karena aku memikirkanmu. Atau memikirkan senyummu tadi. Hanya saja esok adalah hari terakhir kami dikarantina. Jujur tak ingin berpisah dengan mereka. Karena di sini aku merasa punya teman baru, keluarga baru dan sesuatu yang tak pernah kudapatkan sebelumnya. Karena tak bisa tidur kuputuskan untuk duduk di koridor depan dengan rekan satu kamarku. Saat kami berbincang-bincang. Kamu sedang bersiap untuk pulang. Saat kamu lewat di depan, aku sengaja menundukkan kepala untuk melihat bagaimana sikapmu. Kamu menyapa dengan mengatakan "Pulang dulu ya." Entah dengan rekanku atau denganku. Saat kamu mengatakan itu, kepalaku kutolehkan ke arahmu. Sontak sikapmu berubah. Terburu-buru. Seperti salah tingkah mungkin. Lalu langkahmu kamu percepat. Sikapmu membuatku semakin bingung. Sebenarnya ada denganmu?

Untuk Tuan "End"

Selasa, 16 Juni 2015

Setidaknya....




Rasa yang sama untuk orang yang sama. Masih menunggu. Entah kabar atau hanya sapaan basa-basi. Namun nihil. Tak ada satupun yang singgah di telepon genggamku. Tak mengapa. Mungkin Tuhan punya cara lain untuk mendekatkan kita. Tak mengapa tak ada komunikasi di dunia maya. Setidaknya Tuhan masih memberi kesempatan untuk berkomunikasi. Walaupun hanya lewat mimpi.

Jumat, 12 Juni 2015

Tak perlu saya koar-koarkan namamu
Tak perlu saya cantumkan ciri-cirimu
Yang perlu dan harus saya ingat adalah nama atas jasamu
Bukan berjuang untuk negara
Bukan mengorbankan nyawa untuk bangsa
Hanya sebuah buku yang mampu membangkitkan dan meyakinkan saya
Bahwa mempelajari bahasa sendiri bukan hal mudah
Bukan hal sepele yang semua orang pun mampu menguasainya
Disaat mereka meremehkan dan memilih jalur yang mereka pikir mampu menghantarkan hidup dan mati mereka
Anda memilih jalan itu sendiri
Entah apa yang terjadi nanti
Mau jadi apa anda nanti
Bukan masalah bagi anda
Yang tepenting bagi anda adalah anda akan mampu mengguncangkan dunia ini dengan apa yang anda pilih
Ketika mereka tertawa dengan pilihan anda, anda tidak memberikan respon apa-apa
Hanya bungkam
Bukan juga doa laknat atas sikap yang mereka berikan kepada anda
Lihatlah sekarang? Siapa yang menertawakan siapa?
Apa yang bisa mereka perbuat sekarang?
Bungkaman dan tunduk lesu kini yang mereka dapat
Merasa tertampar oleh kata-kata sendiri
Lantas apa yang anda lakukan dengan mereka? Saya pikir anda akan menertawakan mereka juga
Bukannya menertawakan anda malah membantu mereka
Itu yang selalu saya besar-besarkan kepada mereka
Mereka yang bingung dengan apa yang salah pilih sekarang
"Kamu itu pandai mengapa tidak memilih itu saja, mengapa malah kamu memilih yang ini?

Rabu, 10 Juni 2015

Pernah kalian merasa tiba-tiba dada kalian sesak tanpa sebab? Ingin menangis sejadi-jadinya namun tak tahu alasannya? Berteriak sekencang-kencangnya? Seperti ada beban yang menghantui kalian? Namun kalian sendiri tak mengerti dimana letak beban itu berada

Rabu, 27 Mei 2015

Jangan Berakhir

Sebuah cerita yang aku sendiri pun tak pernah mengerti asal mula cerita itu ada. Yang kutahu cerita itu berasal dari bunga tidurku semalam. Aku juga tak tahu kronologi awalnya seperti apa. Hingga aku bisa terbawa dalam sebuah cerita yang bisa membuatku menangis dalam tidur. Kita dipertemukan dalam sebuah peristiwa. Seperti kebanyakan orang berkata bahwa sebuah kebencian akan berakhir saling menyayangi. Begitulah yang kutahu. Dalam mimpi itu kita dipertemukan dalam keadaan yang sangat aku benci. Aku benci kamu. Kamu pun begitu. Kamu selalu mengikuti. Aku tak suka. Ketika aku memberontak bukannya pergi kamu malah menggodaku. Namun kebencian itu membawa perasaan berbeda lama-kelamaan. Ada keterikatan batin sepertinya. Entah sejak kapan darimana dalam cerita itu aku menyukaimu dan kamu menyukai. Bisa dikatakan hari satu hari setelah itu kita jadian. Aneh ya? Cerita yang sebenarnya tak masuk akal. Tapi itulah kronologinya. 
"26 Mei 2015. Ingat ya. Jangan sampai lupa. Itu tanggal jadian kita. Aku mau kita bisa terus sama-sama." itu katamu sambil memegang tanganku yang sampai siang ini aku masih ingat betul.
Dalam cerita tersebut kisah cinta kita seperti sudah berjalan dua minggu. Disitu kamu mulai berubah. Kamu memiliki kesibukan sendiri. Kamu lupa bahwa di sini ada aku. Awalnya aku coba untuk mengerti kondisimu. Aku tahu kamu sedang melatih adek kelasmu. Kamu seolah-olah bersikap profesional. Iya aku paham. Aku mengerti. Aku mengalah untuk tidak mendapatkan kabar darimu untuk saat ini. Seharusnya hari ini kamu sudah bisa memberiku kabar. Seharusnya hari ini kita bisa bertemu. Jalan berdua. Menikmati indahnya matahari terbenam seperti kebiasaan kita dulu waktu sore. Namun lagi-lagi gagal. Katramu kamu harus bekerja "part-time" untuk biaya tambahan kuliahmu. Lagi-lagi aku mengalah. 
Sorenya aku pergi ke tempat bekerjamu. Ingin menemanimu hingga kamu pulang dari kerja. Setibanya di sana aku mencarimu. Kutemukan sosokmu sedang bicara dengan rekan kerjamu. Saat kau juga melihatku, aku berharap kamu melambaikan tangan padaku, menghampiriku, memelukku karena sudah beberapa hari ini kita tak saling tukar kabar karena jadwalmu yang begitu padat. Tapi yang kudapat? Kamu memalingkan muka. Seperti tak senang dengan kehadiranku. Kamu meminta rekanmu untuk menutupi tubuhmu agar tak terlihat olehku. Lalu buru-buru kamu masuk ke dalam kafe tempat kerjamu.
Bersambung....

Minggu, 17 Mei 2015

La Strada Cinta

Saya jenuh
Saya lelah
Saya menyerah
Tapi saya tidak tahu bagaimana caranya berhenti
Bagaimana caranya menyerah
Bagaimana caranya menghentikan perasaan ini
Sudah bertahun-tahun nama itu ada
Sudah bertahun-tahun pula rasa sakit itu menggerogoti hati dan pikiran saya
Katanya dengan berjalannya waktu saya akan terbiasa tanpa dia
Nyatanya semakin lama saya semakin menderita
Bukankah laki-laki bukan hanya dia saja di dunia ini?
Tapi kenapa sampai saat ini saya masih mempertahankan nama itu di hati saya?
Bukankah banyak lelaki yang memperhatikan saya?
Tetapi saya selalu tertuju kepadanya?
Setiap kali nama itu muncul
Hati saya getir dan kaku
Ada rasa sakit yang luar biasa
Membuat ingatan saya kembali pada dua tahun silam
Saat dicampakkan
Saat ditinggalkan
Saat tak dihiraukan
Dan saat-saat itulah yang membuat saya tersiksa
Tapi kenapa hanya dia dan dia yang selalu ada dipikiran saya
Bukankah saya telah diacuhkan?
Bukankah saya telah diabaikan?
Dan bukankah dia yang telah membuat hati saya hancur berkeping-keping?
Dan nyatanya perasaan itu masih ada dan hanya untuk dia
Saat saya diperlakukan yang tak seharusnya saya dapatkan, saya hanya terdiam
Dalam diam saya berdoa
Bukan berharap karma itu menghampirinya
Tapi dalam doa saya saya berharap
Semoga saya wanita terakhir yang dia sakiti
Dan jangan ada wanita lain yang disakitinya
Cukup saya yang merasakan
Cukup saya yang menderita
Jangan ada wanita lain yang merasakan hal yang sama pula

Kamis, 30 April 2015

Tuan Penghisap Rokok

Aku tak peduli siapa kamu, darimana asalmu, bagaimana masa lalumu. Aku hanya tau bahwa rasa ku untukmu lebih dari yang kau tau. Aku tak pernah peduli dengan apa kata mereka. Selama kamu masih di batas wajar menurut pendapatku tak masalah bagiku.
Mereka selalu bertanya padaku, apa tak ada lelaki lain yang lebih baik dari dia. Lalu apa jawabku? Aku menjawab : Ada. Mereka bertanya lagi : Lalu kenapa tak dengan yang lain? Yang lebih baik dari dia? Jawabku : apakah kita butuh alasan yang kuat untuk mencintai seseorang?
Itu jawabanku.
Sudah beberapa minggu ini aku menahan rasa rindu yang sebenarnya sudah tak kuat lagi kupendam sendirian. Entah sampai kapan bendungan ini tahan menahan rindu itu. Tak pernah ada keberanian untuk memulai duluan. Jika benar-benar tak ada yang penting aku tak akan memulainya. Mengetahui kabar, kebiasaan, dan aktifitasmu melalui pemberitahuan sosmed saja aku sudah senang. Aku selalu berdoa kepada Tuhan. Nanti atau bahkan suatu saat nanti kita akan disatukan untuk waktu yang sangat amat lama. Terikat dalam sebuah hubungan yang halal. Tak ada jarak antara kita. Tak ada rasa malu dan canggung lagi untuk saling memulai. Menghormati satu sama lain. Bisa bertahan disaat sedang goyah. Tak mengapa aku harus menunggu. Merasakan sakitnya diabaikan, sakit karena tak mendapatkan respon darimu. Tak mengapa. Karena aku yakin Tuhan Maha Mengetahui. Tuhan Maha Adil. Suatu saat nanti aku percaya semua ada jawabannya. Jawaban yang terbaik untukku dan untukmu. Apabila nantinya Tuhan tak mengizinkan kita bersama aku tak menyesal karena sempat memiliki perasaan ini. Dan apabila kita nanti disatukan, satukanlah kami selamanya. Dalam keadaan senang, sedih, bahagia, berduka, hancur, jatuh, dan bangun kami bisa melewati itu semua bersama. Amiinn.

Kau adalah alasan sepasang kakiku berhenti. Meski tanah yang kuinjak penuh kerikil. Membuat berdiriku tak stabil. Kau adalah alasan kenapa pohon bernama hati merelakan daun-daunnya gugur. Karena musim telah berganti. Membuat yang hilang akan kembali. Dalam kisah yang jauh lebih berarti❤

Untukmu yang sampai saat ini masih ku tunggu. Tak perlu terburu-buru mengetahui perasaanku. Nikmati saja dulu kisah-kasihmu. Hingga perasaan itu mulai semu. Dan kau menyadari keberadaanku untukmu.