Hetalia: Axis Powers - Taiwan

Rabu, 28 Oktober 2015

Jatuh Cinta Diam-Diam (2)

Aku tahu, aku tipikal wanita yang mudah menyukai pria. Bahkan selama tiga tahun menunggumu pun aku sudah berkali-kali menyukai banyak pria. Namun entah mengapa perasaan terhadapmu berbeda. Setiap kali bertemu rasanya jantung ini berhenti lalu berdetak lebih cepat dari biasanya. Rasa nyaman yang selalu membuatku terus memandang. Rasa malu apabila bertemu. Selalu saja salah tingkah tiap kali berpapasan dan saling memandang. Entah harus menyalahkan siapa soal perasaanku ini. Apakah salah menyukai pria yang sudah memiliki kekasih dan mungkin sebentar lagi akan tunangan? Apakah salah bertahan sejauh ini?
Aku memang menyukaimu bahkan mungkin bisa dikatakan aku menyanyangimu. Namun aku tak berharap banyak darimu. Aku akui siapa yang tak ingin mendapatkan pria yang dcintainya. Bahkan sudah selama ini bertahan. Jujur aku ingin memilikimu seutuhnya. Namun aku sadar. Dia yang bersamamu kini jauh lebih baik dariku. Seorang wanita cantik, pandai, taat dalam beragama. Berbeda jauh dariku. Wanita yang tak seperti wanita. Selalu bertutur keras, bukan tipikal lemah lembut layaknya wanita seutuhnya. Aku sadar aku hanya seorang bocah yang menyukai pria dewasa cerdas dan berkharisma. Aku sadar aku hanya bocah ingusan yang tak tahu malu menyukaimu. Cemburu setiap kali melihatmu bersamanya? Pasti. Tapi aku juga merasa senang kau bersama seseorang yang tepat. Kau pantas mendapatkannya.
Mungkin orang-orang bertanya kepadaku? Kenapa masih bertahan? Padahal kau tahu bahwa dia telah bersamanya? Apa kalian tahu sebenarnya aku ingin menyudahi perasaan ini. Rasa sakit dan iri setiap kali melihat kemesraan mereka. Namun selalu saja terhenti ketika melihatnya tersenyum. Dalam hati ini ada yang berbicara "apakah hanya sampai di sini bukti kesetiaanmu menunggu? Apakah hanya ini? Tak bisakah kau bersabar? Bukankah proses tak akan mengkhianati hasil? Aku mohon bertahanlah untuk tetap menyukainya." Tak hanya itu, perasaan yang entah datang dari mana setiap kali bertemu membuatku semakin jatuh ke dalam lingkaran itu. Bukannya melupakan justru semakin menggebu-gebu.
Dapat melihatmu dari kejauhan pun aku sudah senang. Aku tidak ingin terlalu memaksa Tuhan mengingkan dia menjadi milikku seutuhnya. Biar Tuhan yang mengatur semuanya. Aku hanya meminta. Jika memang dia yang terbaik untukku, aku ingin dia menjadi milikku seutuhnya pada saat yang tepat. Tapi jika memang Tuhan tak menginginkan aku bersamanya, aku yakin Tuhan pun telah mempersiapkan seorang pria yang terbaik untukku di mata Tuhan.
Jangan khawatir, aku tak akan merusak hubunganmu dengannya. Aku tak segila itu untuk mendapatkanmu. Dan jika nanti pada akhirnya kau bersamanya aku ikhlas. Untuk kekasihmu. Selamat telah mendapatkan pria yang menurutku sempurna. Terimakasih telah menjaganya. Dia sangat mencintaimu. Jadi tolong jaga dia. Tenang saja aku tak akan merusak hubungan yang sudah kalian jalin selama ini.
Dan untukmu jangan buat dia menangis, jangan sakiti dia. Mana mungkin kau melakukan itu semua. Karena aku tahu kau sangat menyayanginya. Izinkan aku memandangimu dari kejauhan untuk waktu yang lebih lama lagi. Jika memang tak bisa memilikimu, izinkan aku menikmati punggungmu saja.

Untukmu, yang selalu membuatku
semakin tergila-gila saat kau
memandangku (mungkin)
Terimakasih karena
telah mengizinkanku
menyayangimu (mungkin) #PP

Senin, 12 Oktober 2015

Jatuh Cinta Diam-Diam

Bukan perkara mudah soal mengungkapkan sebuah perasaan. Contohnya aku. Bertahun-tahun terjebak dalam diam. Tak berani mengungkapkan. Mencintai seorang diri apakah tidak sakit? Tentu iya. Tapi lebih baik seperti ini. Karena apa? Ketakutan apabila nanti dia tahu. Dan kita tak pernah tahu apa reaksi yang akan kita terima. Kebanyakan kasus yang terjadi adalah dia menghindar karena tidak suka. Itu yang kutakutkan. Biarkan perasaan ini berdiam diri di sini. Apabila sakit pun, toh aku sendiri yang merasakan. Aku harap rasa ini bisa kusimpan baik-baik. Hingga tak ada seorang pun yang tahu. Tapi mustahil. Bagaimana tidak? Aku tipe orang yang tak betah menahan sendirian. Setidaknya aku harus cerita dengan teman dekatku. Dan ternyata cerita itu pun sampai ke telingamu. Awalnya aku takut jika hal itu terjadi. Aku pasrah jika memang seperti itu nantinya. Toh itu juga hakmu mau mendekat atau menjauh. Syukurnya sepertinya kamu bersikap biasa saja. Bahkan merasa senang jika aku diejek temanku jika berpapasan denganmu. Dan bodohnya aku terlalu memperlihatkan ekspresi malu ku saat berpapasan denganmu. Ketidakberanian untuk menatap membuatku sesegera mungkin berlari menjauh. Supaya tak tertangkap olehmu raut wajahku yang memalukan ini. Tapi jika aku tak bertemu denganmu pun rasanya rindu. Membingungkan ya. Namanya saja jatuh cinta. Rumit tapi asyik.
Aku tahu kau sedang bersamanya. Aku tahu bukan saat yang tepat untuk mendekat. Maka dari itu biarkan aku seperti ini. Bertahan dalam diam dan tak bereaksi. Sakit memang. Namun memang itu resikonya. Aku juga tak ingin menjadi pengrusak hubungan orang. Apabila nantinya pun kamu tak menjadi milikku aku tak akan menyesal menyukai mu sejauh dan selama ini. Kita juga tak pernah tahu akan seperti apa nantinya. Akankah kau masih tetap bersamanya atau bersamaku, wanita yang selama ini memunggumu? Biarkan waktu yang menjawab. Dan izinkan aku tetap mencintaimu dalan diam.


Dari wanita yang setia menunggumu,
mencintaimu dalam diam,
karena mungkin dengan diam
kita lebih khusyuk untuk saling mendoakan

Kamis, 08 Oktober 2015

Pemuja Rahasia

Aku yang terlalu berlebihan menyukaimu. Dan aku tak pernah sadar bahwa itu salah. Terlalu berharap kepadamu yang telah memiliki dia. Aku yang terlalu lama menyimpan rasa. Tak pernah sadar bahwa kehadiranku tak pernah kau lihat. Bagaimana bisa melihat sedangkan kau asik bersamanya. Bagaimana kau akan berpaling sedangkan kau telah berbahagia dengannya. Tak seharusnya aku mengganggumu. Tak seharusnya aku menyukaimu. Tak seharusnya rasaku kuberikan seutuhnya hanya untukmu. Bukan salahmu jika tak menggubrisku. Bukan salahmu jika kau tak pernah tau isi hatiku. Bukan salahmu diam membisu. Karena memang pada hakikatnya akulah yang salah. Telah salah menaruh hati pada seseorang yang telah bahagia bersama orang lain. Jangan khawatir aku tak memintamu untuk bertanggung jawab atas semua ini. Aku juga tak pernah memaksamu untuk membalas perasaan ini. Bukankah cinta hadir tanpa paksaan. Biarkan aku terus memendam perasaanku. Apa aku menyesal? Tidak sama sekali. Justru aku senang. Senang melihat kau bahagia walau bukan bersamaku. Ya memang tak bisa kupungkiri hati ini terasa perih saat melihat kau dengannya. Tapi tak mengapa inilah konsekuensinya. Jangan khawatir aku akan tetap mencintaimu dalam diam. Jika suatu saat nanti kau membutuhkan seseorang, datanglah padaku. Aku selalu ada untukmu. Hati ini akan selalu terbuka lebar. Menerima dengan senang hati.

Dari seorang perempuan
yang masih setia memendam rasa
selama tiga tahun ini
Terimakasih untuk senyum
dan tawamu minggu lalu

Takut

Merasa resah jika tak mendapatkan kabar darimu. Selalu berharap ada pesan masuk bertuliskan namamu. Memang bukan perkenalan yang bisa dibilang lama. Namun dalam waktu sekejap aku telah terhipnotis olehmu. Aku takut jika nantinya tak berjalan seindah saat pertama kita berbicara. Aku takut jika nantinya hanya aku yang merasakan perasaan ini. Aku takut jika kehilanganmu. Aku benar-benar takut saat ini. Rasa cemas yang dari kemarin kurasa membuatku ingin segera mengatakan padamu tentang perasaanku. Namun aku seorang wanita. Memang tidak salah wanita yang mengungkapkan perasaan terlebih dahulu. Namun aku tak punya banyak nyali untuk mengatakannya. Aku merasa takut jika kamu sudah mulai bosan berbicara kepadaku. Tolong jangan pergi. Izinkan aku menikmati indahnya dicintai dan mencintai. Tolong tetap di sini bersamaku. Karena aku tak ingin ada perpisahan di antara kita.

Untuk kamu yang memiliki
wajah seperti peserta
stand up komedi