Hetalia: Axis Powers - Taiwan

Jumat, 25 November 2016

Mari Budayakan Membaca



Buku adalah jendela dunia, untuk dapat membukanya kita harus membaca. Banyak gagasan informasi yang dituangkan bahwa dengan membaca kita bisa mendapat banyak pengetahuan darimanapun. Namun minat akan membaca masayarakat Indonesia saat ini sangat kurang. Mereka lebih tertarik menonton televisi daripada membaca buku. Terbukti bahwa pada tahun 2015, kajian yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional, minat baca masyarakat menunjukkan kategori rendah yaitu 25,10%. Bukti lainnya, sastrawan Indonesia, Taufik Ismail melakukan pengkajian bahwa di luar negeri mewajibkan membaca buku setiap tahunnya. Di Amerika Serikat tepatnya di Sekolah Menengah Atas mewajibkan siswanya membaca sebanyak 32 buku. Di SMA Belanda dan Perancis sebanyak 30 buku. Sedangkan di Indonesia sendiri mewajibkan membaca 0 buku. Itu tandanya, bahwa negara kita jauh tertinggal dengan negara lain.
Rendahnya minat baca tentu saja tidak lepas dari adanya berbagai sebab. Keadaan ini jika diterus-teruskan, slogan “Budayakan Membaca” hanya akan menjadi wacana. Masyarakat lebih senang menggunakan sesuatu yang lebih praktis. Termasuk media baca yang dalam sejarahnya bermula dari batu sabak sampai lahirnya kertas masih saja dianggap kurang praktis. Keberadaan internet mempermudah akses informasi elektronik dalam bentuk audio dan visual menjadikan masyarakat malas membaca khususnya buku. Peserta didik juga lebih suka memenuhi kantin daripada pergi ke perpustakaan. Banyak diantara masyarakat yang lebih suka pergi ke tempat nongkrong yang mewah daripada mengikuti perkembangan buku dan mengoleksinya. Kurangnya perhatian dari pemerintah mengenai konten bacaan serta fasilitas dalam upaya meningkatkan minat baca. Namun bentuk nyata perlu dicontoh seperti yang diterapkan oleh Pemkod Surabaya. Dalam upaya membangun taman flora yang terletak di Jalan Bratan, taman tersebut tidak hanya dilengkapi dengan internet tetapi juga dibangun perpustakaan. Gagasan pembuatan berbagai taman yang disertai pembangunan perpustakaan akan berakibat tumbuhnya minat baca. Dengan skala kecil karena yang mengonsumsi buku tersebut hanya pengunjung taman.
Perlu belajar sejarah dari Kaisar Jepang pada masa perang dunia ke – II yaitu Kaisar Hirohito yang tidak langsung menanyakan berapa kerugian yang ditimbulkan setelah hiroshima dan nagasaki diledakkan. Tetapi Kaisar menanyakan berapa banyak guru yang masih selamat dan berapa banyak buku yang masih bisa diselamatkan.
Keluarga sebagai tempat pendidikan primer dan paling awal diterima oleh anak serta oleh anggota keluarga yang lain menyediakan fasilitas untuk kemudahan membaca. Contoh memprioritaskan pembelian buku sebagai kebutuhan pokok setiap bulannya, sehingga buku yang terkumpul dapat menjadi bahan bacaan selain untuk pengisi waktu luang. Akan menjadi menarik ketika setiap keluarga mempunyai perpustakaan mini di rumah. Tidakhanya terpaku ketersediaan buku fiksi dan non-fiksi. Selain buku, sumber bacaan lain seperti koran, majalah ataupun kitab suci bisa sebagai pelengkap.
Pemerintah pun harus ikut serta dalam upaya meningkatkan minat baca. Sebagai pihak yang bertanggung jawab merancang undang – undang kebijakan untuk mewajibkan membaca buku perlu adanya. Mempermudah keluarnya izin untuk buku yang bermuatan edukatif, Sehingga produksi serta kuantitas buku akan meningkat. Fasilitas yang diberikan juga harus memadai. Memperbanyak perpustakaan masuk desa. Serta memperluas distribusi buku menuju daerah terpencil. Sekaligus menggalakkan pemberantasan buta aksara.
Dengan adanaya dukungan dan partisipasi dari pihak – pihak tersebut, kegiatan membaca tidak hanya akan berhenti sebagai kebutuhan melainkan menjadi hal yang membudaya.
Dari berbagai contoh yang telah dilakukan di berbagai negara, seharusnya Indonesia pun mampu melakukan hal yang sama guna meningkatkan minat baca. Dengan sikap optimis bahwa nantinya masyarakat Indonesia akan gemar membaca.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar